Thursday, 21 May 2015

Kualitas Pendidikan di Indonesia Masih Jauh dari Kata Ideal



Dilihat dari kuantitasnya, dari tahun ke tahun pendidikan di Indonesia selalu meningkat. Namun meningkatnya kuantitas tersebut belum diiringi dengan kualitasnya. Penulis menilai kualitas pendidikan di Indonesia, terutama yang penulis lihat dan alami sampai saat ini masih jauh dari tujuan pendidikan yang diharapkan. Seperti yang kita ketahui, tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam kenyataannya tujuan pendidikan tersebut masih belum tercapai.
Banyak ditemui disekitar kita orang-orang yang notabene-nya berpendidikan atau memiliki ijazah di Perguruan Tinggi, namun tidak berbudi pekerti luhur, bahkan menyimpang. Banyak juga orang yang berpendidikan tinggi tapi tidak memiliki ketrampilan sehingga tidak mendapat pekerjaan alias menganggur. Hal-hal semacam ini membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Orang yang berpendidikan tinggi saja kualitasnya masih diragukan, bagaimana dengan orang yang berpendidikan rendah? Memang pendidikan tidak menjamin seseorang untuk sukses, banyak orang-orang sukses yang berasal dari non-pendidikan. Namun, bukan berarti pendidikan di negara kita tidak perlu diprioritaskan. Bukankah pemerintah telah mengatur tujuan pendidikan yang begitu ideal?
Dalam praktiknya banyak ditemui anak-anak yang putus sekolah di usia dini, karena faktor ekonomi. Memang pihak pemerintah sendiri telah menyiapkan program-program yang membantu anak-anak yang lemah ekonomi, seperti beasiswa, BSM, BOS, dan lain sebagainya. Namun dalam pelaksanaannya masih belum merata dan belum tepat sasaran. Hal ini terlihat dari banyaknya anak-anak yang tidak mampu tapi tidak mendapat bantuan dari pemerintah sehingga ia terpaksa putus sekolah. Belum lagi dengan jutaan anak jalanan di negara kita yang tidak mengampu pendidikan dasar. Bagaimana anak bangsa berkualitas jika mereka tidak mengenal tulisan? Ketika membahas hal ini penulis jadi teringat perkataan Presiden Jokowi yang mempertanyakan “Bagaimana jika obat kanker ada pada otak anak-anak jalanan yang tidak dapat melanjutkan sekolah?”. Entahlah dengan cara apa pemerintah mengurus anak-anak dibawah umur yang bertebaran dijalanan itu. Yang pasti dari sekian banyaknya anak jalanan, pasti ada anak cerdas yang bermimpi untuk bersekolah setinggi mungkin yang dapat memberi kemajuan terhadap negara Indonesia.
Tidak hanya faktor ekonomi yang membuat anak putus sekolah, banyak juga anak yang putus sekolah karena pernikahan dini. Disini peran orangtua sangat penting dalam mendidik anak. Banyak orangtua yang beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, yang penting bisa membaca dan menulis. Padahal mau jadi apapun nanti, selagi kita mampu tuntutlah ilmu setinggi mungkin. Walaupun anak perempuan banyak yang berujung menjadi Ibu rumahtangga, tapi tetap saja memerlukan arahan dalam hal pendidikan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, pendidikan bukan hanya teoritis, tapi juga berperan dalam membentuk kepribadian. Bukankah perempuan yang cerdas akan berpeluang melahirkan anak yang cerdas?
Selain itu, kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang tidak efektif dan efesien. Proses pembelajaran di negara kita masih berorientasi pada teoritis, hal ini mungkin disebabkan dari padatnya kurikulum dalam pembelajaran. Anak dipaksa mengetahui dan menghafal dengan segudang materi yang dipelajarinya, dan guru hanya sekedar memenuhi kewajibannya dengan memberi pengetahuan, tanpa ingin tahu pemahaman anak dalam mengaplikasikan materi yang diajarkan oleh guru tersebut. Sehingga pengetahuan yang ditransfer dari guru tidak dapat berkembang dan ketika anak lulus dari sekolah, banyak yang tidak mempunyai ketrampilan khusus yang pada akhirnya menyebabkan mereka mengalami kesulitan di dunia kerja.
Proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang memadai.  Di Indonesia sendiri pembangunan sarana dan prasarana di bidang pendidikan masih belum merata, terutama untuk masyarakat yang berada di luar Pulau Jawa. Banyak anak-anak yang harus melalui berbagai hambatan dan rintangan untuk sampai di sekolahnya karna tidak adanya akses yang memudahkan mereka menuju ke sekolah. Kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil harus merantau ke kota-kota besar untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai. Kalau sudah demikian, pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan di Indonesia semakin timpang karna semakin kompleksnya permasalahan yang disebabkan dari ketidakmerataan pembangunan ini.
Kemudian, jika disorot dari aspek tenaga pendidik, kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan negara lainnya, terutama guru honor. Miris rasanya ketika melihat nasib guru honorer di Indonesia yang begitu memprihatinkan. Dilihat dari segi penghasilan, masih banyak guru honorer yang berpenghasilan kurang dari Rp 500.000,00. Apalagi untuk melangkah dari guru honorer ke guru PNS adalah hal yang sangat sulit. Media massa seperti koran dan televisi pun sering mempublikasikan nasib guru honor yang belum diangkat menjadi PNS dengan jangka waktu yang lama. Belum lagi, banyaknya kasus suap menyuap, baik untuk menjadi guru honorer maupun guru PNS yang sudah menjadi rahasia publik. Jika sudah demikian orang yang berkualitas bisa dikalahkan dengan orang yang mempunyai banyak uang, dan bagaimana kualitas generasi penerus bangsa di negara kita? Apakah akan semakin maju? Kalau memang pemerintah sendiri harus menyediakan kuota Guru PNS yang sangat sedikit setiap tahunnya, seharusnya pemerintah menetapkan UMR untuk guru honorer. Setidaknya dengan adanya UMR untuk guru honorer, nasib guru honorer  yang ada di Indonesia tidak lebih memprihatinkan dibanding seorang buruh.
Namun disisi lain, jika melihat kualitasnya, kemampuan tenaga pendidik di Indonesia juga belum maksimal. Seperti yang telah dibahas diatas, banyak guru yang hanya sekedar memenuhi kewajiban tanpa ingin mengetahui respon atau umpan balik dari anak didiknya. Padahal tugas guru yang sebenarnya tidak sesederhana itu. Pemerintah telah mengatur melalui Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 yang mengemukakan bahwa guru harus memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Dengan penguasaan kompetensi tersebut guru dituntut dapat membentuk generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkarakter, tidak hanya cerdas teori tapi dalam aplikasi juga. Pemerintah sendiri perlu menyadarkan guru akan pentingnya peran serta tanggungjawab guru dalam mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Tidak hanya menggunakan rewards, tapi juga bisa dengan memberikan pelatihan atau sanksi yang diberikan terhadap guru yang belum menjalankan tugasnya dengan benar.
            Penulis berharap, kedepannya kualitas pendidikan di Indonesia semakin membaik. Dalam hal ini tidak hanya peran pemerintah yang diperlukan, namun juga peran orang tua, guru dan anak bangsa dalam memasuki dunia pendidikan. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak-pihak tersebut, walaupun sulit, cepat atau lambat tujuan pendidikan akan tercapai. Maka dari itu dimulai dari kesadaran diri sendiri, jika ada niatan untuk memajukan generasi bangsa, kita semua pasti bisa.

Rumah Idaman di atas Tanah Tercinta



Apa yang ada dibenak kalian tentang rumah? Tempat tinggalkah? Tempat berteduh? Atau sekedar tempat menumpang makan dan tidur? Terdapat berbagai definisi dari rumah, baik secara singkat maupun secara luas, salah satunya menurut Budiharjo (1987). Menurut beliau, rumah dapat diartikan sebagai simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya, juga sebagai wadah keakraban dimana rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan, kasih dan rasa aman tercipta didalamnya. Sedangkan tanah, seperti yang kita tahu tanah pasti terletak sebagai dasar dimana rumah didirikan. Dasar inilah yang paling menentukan kekuatan dari sebuah bangunan. Disini penulis mencoba menganalogikan rumah sebagai negara, khususnya negara Indonesia.
Jika kita perhatikan, untuk membangun rumah dengan kualitas terbaik dapat dinilai dengan melihat beberapa komponen, antara lain : tanah, pondasi, dinding dan atap. Penulis memandang negara ibarat sebuah rumah, dimana rakyat Indonesia sebagai tanah yang merupakan komponen dasar terbentuknya suatu negara. Untuk memajukan suatu negara, peran yang paling penting adalah upaya dari masyarakat itu sendiri. Terkadang ketika ada masalah di negara kita, kita sebagai rakyat hanya bisa menyalahkan satu pihak, yaitu pemerintah. Padahal kita tidak tahu kinerja pemerintah itu bagaimana, tapi kita hanya bisa menyalahkan tanpa berbuat apa-apa.
Sebenarnya, jika ada kemauan rakyat bisa mengatasi masalah tersebut dimulai dari kesadaran diri sendiri. Misalnya ketika angka kemiskinan yang meningkat, kita tidak harus menyibukan diri dengan men-judge pemerintah yang buruk. Alangkah lebih baiknya, kita sebagai rakyat bertindak semampu kita, seperti memperbaiki kualitas diri sendiri dengan cara belajar sungguh-sungguh, mengikuti atau memberikan pelatihan tentang keahlian tertentu yang bisa menurunkan tingkat pengangguran, dan lain sebagainya. Dengan demikian, masalah tersebut dapat berkurang sedikit demi sedikit. Tanpa adanya niat dan upaya dari rakyat, negara tidak akan bisa berdiri sebagaimana mestinya, bagaikan rumah yang dibangun di tanah yang gembur.
Di dalam tanah terdapat pondasi. Disini pendidikan merupakan pondasi yang dapat menentukan kualitas suatu bangsa. Dengan pendidikan, setiap orang dapat memperoleh peluang yang lebih baik untuk memperoleh kesejahteraannya. Tapi perlu diingat pendidikan yang dimaksud bukan sekedar ilmu pengetahuan, melainkan harus diiringi dengan karakter. Dapat kita lihat dari berbagai kasus, misalnya korupsi. Pelaku korupsi mayoritas berasal dari orang-orang yang bisa dikatakan pandai dalam bidang ilmu pengetahuan, tapi tidak diiringi karakter yang baik. Jika sudah demikian, sepandai apapun seseorang tanpa karakter yang baik akan merusak kualitas bangsa. Dengan demikian, penulis memiliki pandangan bahwa dunia pendidikan merupakan era transformasi dimana terjadi berbagai macam perubahan untuk menuju masyarakat yang cerdas dan berkarakter, yang akhirnya dapat memajukan suatu negara. Tanpa pendidikan, apalah arti sebuah negara? Melalui pendidikan lah masyarakat dapat berupaya memajukan masa depan negaranya.
Setelah membuat pondasi, kita beralih ke dinding. Dinding berfungsi sebagai pelindung dari angin yang berhembus setiap saat. Yang menjadi dinding pada sebuah negara adalah hukum. Sederhananya, hukum dapat diartikan sebagai aturan yang dibuat oleh pemerintah disuatu negara. Aturan tidak hanya ditulis, tapi juga harus ditaati. Dengan aturan diharapkan masyarakat disuatu negara dapat hidup dengan aman, nyaman dan tertib. Pemerintah dituntut untuk memperlakukan setiap masyarakat secara adil melalui hukum. Namun yang terjadi di negara kita, adil dalam hukum tersebut masih diabaikan. Banyak yang setuju dengan anggapan bahwa hukum di Indonesia bagaikan pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Maksudnya, hukum diberlakukan seketat mungkin untuk masyarakat yang ada dilapisan bawah, tetapi untuk masyarakat dilapisan atas, hukum yang seharusnya ketat tersebut bisa dikendurkan dengan kata lain “tumpul”. Ya, hal ini dikarenakan maraknya kasus suap menyuap di negara kita yang sudah tidak menjadi rahasia publik lagi. Inilah hasil dari orang-orang yang berpendidikan yang cerdas tanpa diikuti dengan penanaman karakter yang baik. Andai saja aparat hukum memiliki karakter yang tegas, jujur dan adil, pasti tidak ada lagi yang meragukan hukum di negara kita.
            Komponen penting yang terakhir yaitu atap. Atap dalam sebuah rumah berfungsi untuk melindungi manusia dari cuaca, seperti panas dan hujan. Seperti halnya di sebuah negara, yang menjadi pelindung dalam suatu bangsa adalah pemerintah. Berdasarkan pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, tugas pemerintah negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kalimat tersebut kita tahu, bahwa tugas pemerintah tidak hanya melindungi tetapi juga memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bisa diupayakan dengan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Melalui peningkatan hal tersebut, maka setiap orang memiliki pengetahuan dan skill yang memadai, sehingga dicari oleh dunia kerja, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Jika setiap angkatan kerja memperoleh pekerjaan yang baik dan layak, maka pendapatan nasional akan meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional bisa dinilai pula peningkatan kesejahteraan dan kemajuan di suatu negara.
            Rumah idaman adalah rumah yang diinginkan oleh setiap orang. Tentunya setiap orang menginginkan rumah kuat dan kokoh mulai dari tanah sampai atap, yang dapat memberi kenyamanan saat mereka mendiami rumah tersebut. Begitu pula dalam negara. Setiap bangsa menginginkan negara yang maju, dengan segala sarana dan prasarana yang memadai. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kemajuan suatu bangsa. Bangsa dapat dikatakan maju apabila telah memenuhi tujuan pendidikan yaitu membentuk manusia yang cerdas dan berkarakter. Seperti yang kita tahu, Negara Indonesia adalah negara demokratis yang berarti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Disini kata kuncinya adalah rakyat. Selama masyarakat ada keinginan untuk berupaya mewujudkan pendidikan karakter maka semakin besar pula peluang sebuah negara untuk maju. Untuk itu sebagai bangsa Indonesia, marilah kita bersama-sama menjunjung tinggi pendidikan karakter, agar kita semua dapat melihat rumah idaman di atas tanah tercinta ini.