Friday, 30 September 2016

Diskriminasi Sosial

Sore itu, teoatnya saat matahari tenggelam. Terlihat sesosok manusia dengan giatnya berjalan sembari menarik gerobak yg tertutupi dengan perabotan hingga tak nampak badan gerobaknya. Ya, Ia adalah seorang pedagang perabotan keliling. Usianya sudah mencapai kepala 5. Setiap pulang magrib, saya selalu melihatnya berjalan di tepian jalan kemantren sumber. Entah karena kebetulan, atau memang rutinitasnya yg tak kenal lelah dalam mencari nafkah. Saat adzan magrib berkumandang, saya berhenti di tepi jalan untuk membeli barang dagangannya. Ketika sedang memilah-milah, saya iseng bertanya, "Sampe jam berapa Pak dagang keliling kaya gini?"
"Sampe jam 3 neng, malah kadang saya ga pulang." Jawabnya.
Jujur, sedikit ga percaya sih ._.
Tapi kemudian beliau menceritakan sedikit tentang hidupnya.
Menurut pandangan saya saat mendengar ceritanya, Ia seorang kepala keluarga yg tinggal di keluarga yg tidak berkecukupan *Yaiyalah kalo berkecukupan ngapain juga keliling cape-cape*. Memang sudah sewajarnya seorang Bapak mencari nafkah untuk menghidupi anak dan istrinya. Namun baginya kini, hanya anak-anaknya yang menjadi semangatnya dalam mencari nafkah, karena istrinya sudah meninggal dunia. Rata-rata anaknya masih bersekolah, hanya 1 yang sudah kerja itu pun dengan pendapatan kotor  30rb/hari. Beliau jg menceritakan keluh kesah tentang kehidupannya yang penuh dengan diskriminasi dikarenakan status sosialnya. Orang yang tidak berada seharusnya dibantu, dirangkul agar tetap kuat dalam menjalani hidup. Namun yang Ia alami justru sebaliknya. Ia tidak mendapat bantuan dari pemerintah, anak-anaknya tidak mendapat beasiswa karena pihak RT/RW enggan untuk mengurus surat tidak mampu anak beliau. Bahkan ketika lebaran Idul Adha, Ia mengaku sama sekali tidak mendapat bagian daging kurban sehingga Ia tidak dapat mencicipi daging. Sungguh menyedihkan. Bukan pemerintah yang enggan memberi bantuan, namun terkadang pemerintah tidak mengetahui pendistribusian bantuan yg tidak benar sehingga tidak tepat sasaran. Kalau sudah begini aku yg masih jadi pengangguran bisa apa?*loh*
>>>back to topic<<<
Bukan hanya dari aparat setempat, tapi sanak saudara pun enggan memperlakukan keluarganya dg baik.
Tak jarang ketika keluarganya berkunjung ke sanak saudaranya, Beliau justru mendengar perkataan yang menyakitkan.
"Main kesini bisanya cuma utang aja."
Begitulah kurang lebihnya.
Yaa, bisa dibayangkan pendapatan dari menjual perabotan memang tak seberapa dan tak menentu untuk mencukupi kebutuhannya, apalagi ditambah biaya pendidikan yg harus beliau tanggung sendiri. Wajar jika Ia harus meminjam kesana kemari demi mencukupi kebutuhannya yg mendesak. Lelah dan cacian mungkin sudah bersahabat dengannya. Mau tak mau harus Ia hadapi. Semua orang tentu menginginkan hidup yg berkecukupan, tidak ada yg menginginkan kehidupan seperti ini. Tapi apa daya kalo Tuhan sedang memberikan ujian bagi hambaNya, yaaa wayahna harus tetap sabar dan banyak berdoa
Allah tidak akan memberi ujian diluar kemampuan hambaNya, dan kehidupan di dunia pasti berputar. Semoga sesegera mungkin, keluarga beliau bisa terangkat derajatnya sehingga dapat hidup bahagia dan berkecukupan amiin

Tuesday, 2 February 2016

Mengisi Liburan dengan Membuat Kerajinan Clay

Berawal dari liburan tingkat akhir yang amat sangat membosankan.
Karna ga ada pemasukan setiap harinya jadi cuma bisa ngebangke dirumah.
Hoaaam..., Siklus makan - tidur - nonton TV selama liburan adalah aktivitas tak bernilai tambah.
Ingin rasanya mengisi waktu luang dengan bekerja seperti tahun sebelumnya, tapi berhubung waktu liburan yang hanya 1 bulan, lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya maka membuat saya ragu untuk bekerja. Ya, 1 bulan kalo digunakan untuk bekerja itu termasuk waktu yang sangat singkat, tapi kalo untuk di rumah? MasyaAllah lamanya kebangetan-___-"
Sempat terpikir di dalam benak ini untuk membaca sambil mempelajari bahan-bahan skripsi, tapi rasanya hati ini sulit untuk tergerak :D
Mungkin nunggu "The power of kepepet" dulu kali yaa *rotfl*
Akhirnya setelah sekian lama dg keadaan seperti ini terbesitlah di pikiran saya untuk membuat sebuah kerajinan dari clay. Sebenarnya sudah lama ada niat untuk mengenal clay, namun karena keterbatasan waktu, tenaga dan materi maka niat tersebut hanya sebatas angan-angan.
Daaaan mungkin sekaranglah waktu yang tepat untuk aku mengenalnya #eaaaa

Clay itu apa sih?
Mungkin banyak diantara kita yang belum tau tentang clay, atau sering liat bentuknya tapi ga tau namanya. Oke disini saya akan menjelaskan tentang apa itu clay, alat dan bahan, serta proses pembuatannya step by step hingga finishing.
Clay adalah sebuah kerajinan tangan yang bahan dasarnya berasal dari campuran tepung yang dibalut dengan lem putih sehingga menghasilkan bahan yang liat seperti malam, lempung, dsb. Bahan yang liat ini selanjutnya dapat dibentuk-bentuk sesuai selera kita, dan setelah dibentuk tentunya butuh waktu beberapa saat agar dapat mengeras.

Contoh kerajinan dari clay :





Alat dan Bahan yang dibutuhkan

Alat :
- Piring pastik untuk wadah adukan tepung
- Tusuk gigi
- Sendok makan
- Sendok teh

Bahan:
- 2sdm tepung maizena
- 2sdm tepung beras
- 2 sdm tepung tapioka
- pengawet makanan (benzoat)
- lem putih/ lem kayu/ lem fox
- minyak goreng secukupnya
- Cat poster

Cara membuat :
1. Campurkan tepung maizena, tepung beras, tepung tapioka dan benzoat ke dalam wadah, aduk dengan sendok.
 2. Tambahkan lem fox dan minyak goreng secukupnya.
3. Uleni menggunakan tangan hingga semua bahan menyatu. (Saat menguleni gunakan ekstra tenaga yaaa biar hasil clay maksimal :p)


Dan hasilnyaaa...
.
.
.
.
.
.
Taraaaam... Adonan clay sudah jadi :D
Setelah adonan liat seperti gambar diatas, yang dilakukan selanjutnya adalah membagi adonan ke beberapa bagian kemudian beri pewarna ke tiap-tiap adonan dengan menggunakan tusuk gigi kemudian uleni lagi hingga warnanya merata, dan adonan clay siap untuk dibentuk :)

Anda tertarik untuk mencobanya?